Monday, March 24, 2008

KEDUDUKAN KEGIATAN DIAGNOSTIK MASALAH BELAJAR DALAM

KEDUDUKAN KEGIATAN DIAGNOSTIK MASALAH BELAJAR DALAM

PROSES BELAJAR MENGAJAR

Belajar tuntas (matery learning) sebagai kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar.

Apakah yang dimaksud dengan belajar tuntas? Bagaimanakah kedudukannya dalam kegiatan belajar mengajar?

(James Block, 1971) dari universitas California, Sanata Barbara adalah seorang tokoh yang mengemukakan konsep belajar tuntas (mastery learning) yang lebih menekankan strateginya pada kegiatan individual dalam belajar. Konsep belajar tuntas yang dikemukakannya terutama menekankan kepada usaha penguasaan bahan pengajaran atau kuliah secara aktual (Bloom, 1968) dengan istilah learning for mastery dengan jalan :

- Membantu siswa yang dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar menghadapi masalah.

- Menyediakan waktu yang cukup untuk belajar kepada siswa sesuai dengan kecepatan belajar yang dimilikinya secara individual (rate of learning).

- Membatasi ruang lingkup bahan yang harus dipelajari siswa dengan tingkat kesulitan tertentu.

Secara sederhana konsep belajar tuntas mengajarkan kepada kita (Caroll, 1968) bahwa bilamana siswa diberi kesempatan menggunakan yang dibutuhkan untuk belajar, dan ia menggunakannya dengan sebaik-baiknya, maka ia akan mencapai tingkatan hasil belajar yang diharapkan. Atau dengan kata lain dapat dirumuskan bahwa setiap siswa yang mempunyai kecakapan rata-rata (normal) jika diberi waktu yang cukup untuk belajar kita yakin bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas belajar secara tuntas sepanjang kondisi belajar yang tersedia cukup menguntungkan.

Johan B . Corall mengemukan sejumlah faktor yang mempengaruhi hasil belajar dan hubungan fungsional antara faktor-faktor tersebut.

Tingkat belajar:

1. Waktu yang tersedia 3. Kualitas pengajaran

2. Usaha individu 4. Kemampuan untuk mengerti pengaliran.

Dari susunan ini dapat dengan jelas dipahami bahwa ketentuan hasil belejar seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor :

- Waktu yang tersedia untuk menyelesaikan suatu bahwa bahan (scopi) yang telah ditentukan misalnya satu semester.

- Usaha yang dilakunkan oleh individu untuk menguasai bahan.

- Kualitas pengajaran atau tinkat kejelasan pengajaran misalnya strategi penjelasan yang diterimanya , pengaturan untuk pengajaran tersebut.

- Kemampuan siswa untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari keseluruhan proses belajar mengajar yang sedang dihadapinya.

Kita sadar bawa bakat setiap individu berbeda satu yang lainnya. Kemampuan untuk menangkap pelajaran juga berlainan, tingkat usahanya pun juga berpariasi, maka faktor waktu yang dibutuhkan oleh individu yang berbeda juga akan berbeda untuk menguasai materi atau bahan yang sama. Oleh karena itu dapat kita rumuskan :



(waktu yang tersedia)


waktu yang dibutuhkan

TINGKAT PENGUASAAN BHN = x f

Agar dicapai tinkat penguasaan bahan yang sama untuk siswa yang bakat dan kemampuannya sedang, diperlukan waktu 60 menit ,sedangkan untuk siswa yang bakat dan kemampuannya sedang, barangkali diperlukan waktu yang lebih lama misalnya 90 menit.

Maksud utama dari belajar tuntas adalah usaha agar dikuasainya bahan secara tuntas. Tingkat ketentuan ini bermacam-macam dan merupakan kriteria minimum yang harus dikuasai siswa. Batas minimum penguasaan ini kadang-kadang dijadikan dasar kelulusan bagi siswa yang mempelajari bahan tersebut. Akan tetapi biasanya dipersyaratkan penguasan bahan bergerak antara 75 % s/d 90%.

Bila presentasi pada tarap tersebut. Di sini terletak pentingnya evaluasi pembinaan (Formative evaluation) agar tiap-tiap unit kecil (sebagai thap bahasan tertentu misalnya) agar tiap unit dapat dikuontrol apakah siswa menguasi bahan yang sedang dipelajari untuk kemudian diusahakan perbaikan proses belajar mengajar selajutnya bla ditemeukan kelamahan – kelemahan.

Formatif evolution : untuk dapat mengontrol pokok bahasan apakah siswa dapat menguasai bahan pelajaran yang sedang dipelajari untuk kemudian diusahakan perbaikan belajar mengajar selanjutnya bila ditemukan kelemahan-kelemahan .

Agar setiap siswa dapat mencapai hasil belajar yang diinginkan yang mencapai kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, maka :

- Penguasaan terhadap satu unit tertentu dipersyaratkan sebelum mereka lanjutkan keunit satu satuan bahan berikutnya .Bahan ini pun disusun dari mulai yang paling sederhana menuju ke yang lebih kompleks dan mulai dari yang mudah menuju kepada yang lebih sukar .

- Pengorganisasian pengajaran menjadi satu dasar yang diatur secara logis dan sistematis .

- Penguasaan teks diagnostik kemajuan (diagnotic progress test) yang dilaksanakan sesudah siswa menyelesaikan kegiatan belajar untuk satuan unit pelajaran tertentu. Kegiatan ini berguna dalam rangka memperoleh balikan (feedback) mengenai ketetapan cara belajar siswa dan tingkat penguasaan bahan yang sudah diperoleh.

- Sesudah informasi diperoleh maka dilaksanakan kegiatan pengajaran perbaikan (learning correctives) berupa bantuan khusus kepada siswa.

Dalam mengajar dengan mengimplementasikan di tempat prosedur seperti berikut (Bloom , 1968) :

1 . Prakondisi untuk belajar tuntas. 3. Hasil belajar.

2 . Mengembangkan prosedur opersional.

Tingkat Jenis Masalah Yang Dihadapi Siswa

Bakat mempunyai pengaruh besar terhadap prestasi hasil belajar seseorang. Bakat ini berbeda pada setiap siswa yang kita kenal dengan prinsip perbedaan individual.

Kualitas pengajaran turut menentukan ketuntasan penguasaan bagi para siswa. Oleh karena itu, usaha untuk menertibkan siswa secara optimal dalam kegiatan belajar mengajar, usaha membuat pengajaran lebih konkret, lebih praktis, mempergunakan berbagai cara penguatan (reinforcement) akan banyak membantu tingkat penguasaan bahan oleh para siswa.

Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah kesanggupan siswa untuk memahami pengajaran, ketekunan siswa, dan kesempatan yang diberikan untuk mempelajari ruang lingkup bahan yang sudah ditentukan.

Kedudukan Diagnosis Kesulitan Masalah Belajar, dalam kegiatan Belajar dan Mengajar

Ketidakberhasilan dalam proses belajar mengajar dalam mencapai ketuntasan bahan tidak dapat dikembalikan kepada hanya satu factor yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Faktor yang dapat kita persoalkan adalah siswa yang belajar, jenis kesulitan yang dihadapi siswa dan kegiatan yang terlibat dalam proses.

Yang penting dalam kegiatan proses diagnostik masalah dalam belajar adalah menemukan letak masalah dan jenis masalah yang dihadapi siswa agar pengajaran perbaikannya (learning corrective) yang dilakukan dapat dilaksanakan secara efektif. Kegiatan diagnosis terutama harus ditujukan :

  1. Bakat siswa yang berbeda.
  2. Ketekunan dan tingkat usaha yang dilakukan siswa.
  3. Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai dengan bakat yang bersifat individual dan usaha yang dilakukannya.
  4. Kualitas pengajaran yang tersedia
  5. Kemampuan siswa untuk memahami tugas-tugas belajar.
  6. Tingkat dari jenis kesulitan yang diderita siswa sehingga dapat ditentukan perbaikannya.

Teori Pendidikan Multikultural

Teori Pendidikan Multikultural

Para pakar memiliki visi yang berbeda dalam memandang multikultural. Para pakar memiliki tekanan yang beragam dalam memahami fenomena multikultural. Ada yang tetap mempertahankan adanya dominasi kelompok tertentu hingga yang benar-benar menekankan pada multikultural. Pada Bab ini kita akan mengenali berbagai teori Pendidikan Multikultural yang dikemukakan oleh para ahli. Pengenalan sudut pandang para pakar teori Pendidikan Multikultural ini akan sangat membantu kita lebih mengenali pelaksanaannya di lapangan.

Horace Kallen

Jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi, nilai-nilai dan lain-lain; budaya itu dapat disebut pluralisme budaya (cultural pluralism). Teori pluralisme budaya ini dikembangkan oleh Horace Kallen. Ia menggambarkan pluralisme budaya itu dengan definisi operasional sebagai menghargai berbagai tingkat perbedaaan, tetapi masih dalam batas-batas menjaga persatuan nasional.

James A. Banks

Kalau Horace Kallen perintis teori multikultur, maka James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultur. Jadi penekanan dan perhatiannya difokuskan pada pendidikannya. Banks yakin bahwa sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada mengajari bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia menjelaskan bahwa siswa harus diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi pengetahuan (knowledge construction) dan interpretasi yang berbeda-beda. Siswa yang baik adalah siswa yang selalu mempelajari semua pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi pengetahuan. Dia juga perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing. Bahkan interpretasi itu nampak bertentangan sesuai dengan sudut pandangnya. Siswa seharusnya diajari juga dalam menginterpretasikan sejarah masa lalu dan dalam pembentukan sejarah (interpretations of the history of the past and history in the making) sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri. Mereka perlu diajari bahwa mereka sebenarnya memiliki interpretasi sendiri tentang peristiwa masa lalu yang mungkin penafsiran itu berbeda dan bertentangan dengan penafsiran orang lain. Misalnya, mengapa sampai terjadi perang Diponegoro pada tahun 1825 – 1830. Salah satu sebab kemunculannya adalah pembangunan jalan yang melintasi makam di daerah Tegal rejo, Yogyakarta yang secara kultural sangat dihormati oleh masyarakat sekitar pada waktu itu. Dari sudut pandang Belanda tindakan Diponegoro itu dianggap sebagai pemberontakan dan sudut pandang penguasa waktu itu dianggap sebagai upaya perebutan kekuasaan dari seorang putera selir yang dalam kultur Jawa kedudukannya tidak setinggi putera permaisuri. Namun sudut pandang apa pun yang digunakan sebagai motif yang melatar belakanginya perang Diponegoro, namun sebagai sebuah bangsa dan komitmen kita sebagai putera bangsa, kita memandang perjuangan Pangeran Diponegoro itu sebagai perjuangan seorang putra daerah yang ingin memerdekakan diri dari penjajahan bangsa asing. Siswa harus belajar mengidentifikasi posisinya sendiri sebagai putera bangsa yang sedang dijajah, kepentingannya yang ingin memerdekakan diri, asumsi dan filsafat idealnya. Dengan demikian dia akan mengetahui bagaimana sejarah itu terjadi dan menjadikan hal yang terjadi itu sebagai sejarah. Singkatnya, mereka harus menjadi pemikir kritis (critical thinkers) dengan selalu menambah pengetahuan dan ketrampilan, disertai komitmen yang tinggi. Semuanya itu diperlukan untuk berpartisipasi dalam tindakan demokratis. Dengan landasan ini, mereka dapat membantu bangsa ini mengakhiri kesenjangan antara ideal dan realitas (Banks,1993).

Di dalam The Canon Debate, Knowledge Construction, and Multicultural Education, Banks mengidentifikasi tiga kelompok cendekiawan yang berbeda dalam menyoroti keberadaan kelompok - kelompok budaya di Amerika Serikat : Pertama adalah traditionalis Barat. Kelompok kedua yaitu mereka yang menolak kebudayaan Barat secara berlebihan, yaitu kelompok Afrosentris. Kelompok ketiga, Multikulturalis.

Bill Martin

Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: Consumerist or Transformational?, Bill Martin menulis, bahwa keseluruhan isu tentang multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang "perbedaan" yang nampak sudah dilakukan berbagai teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik, jika multikulturalisme lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus benar-benar menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk membawa pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal (Martin, 1998: 128).

Martin J. Beck Matustik

Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang masyarakat multikultural di masyarakat Barat berkaitan dengan norma/tatanan. Matustík mengatakan "Semua segi dalam pembicaraan budaya saat ini mengarah pada pemikiran kembali norma Barat (the western canon) yang mengakui bahwa dunia multikultural adalah benar-benar nyata adanya " (Matustík, 1998). Dalam artikelnya, "Ludic, Corporate and Imperial Multiculturalism: Impostors of Democracy and Cartographers of the New World Order," Matustik menulis, "perang budaya, politik dan ekonomi menyerang pada segi yang mana, bagaimana dan lewat siapa sejarah multikultural dijelaskan."

Matustík mengatakan bahwa teori multikulturalisme meliputi berbagai hal yang semuanya mengarah kembali ke liberalisasi pendidikan dan politik Plato, filsuf Yunani. Sebuah karya Plato yang berjudul Republik, bukan hanya memberi norma politik dan akademis klasik bagi pemimpin dari negara ideal yang dia cita-citakan, namun juga menjadi petunjuk dalam pembahasan bersama tentang pendidikani bagi yang tertindas (Matustík, 1998). Ia yakin bahwa kita harus menciptakan pencerahan multikultural baru (a new multicultural enlightenment) yaitu "multikulturalisme lokal yang saling berkaitan, secara global sebagai lawan dari monokultur nasional" (Matustík, 1998).

Judith M. Green

Green menunjukkan bahwa multikulturalisme bukan hanya unik di A.S. Negara lain pun harus mengakomodasi berbagai kelompok kecil dari budaya yang berbeda. Kelompok-kelompok ini biasanya bertoleransi terhadap keuntungan budaya dominan. Secara unik, Amerika memberi tempat perlindungan dan memungkinkan mereka mempengaruhi kebudayaan yang ada. Dengan team, kelompok memperoleh kekuatan dan kekuasaan, membawa perubahan seperti peningkatan upah dan keamanan kerja. Wanita dan minoritas (Hispanis, Afrika dan Amerika Asli) harus memperoleh kesempatan ekonomi yang lebih baik, partisipasi politis yang lebih efektif, representasi media yang lebih disukai, dan sebagainya. Namun akhir abad 20 telah membawa orang Amerika pada suatu tempat "memerangi kebuntuan yang memerlukan pemikiran kembali yang baru dan lebih dalam tentang tujuan dan materi pendidikan dalam suatu masyarakat yang masih terus diharapkan dan dicita-citakan yang dibimbing oleh ide demokrasi" (Green, 1998). Bangsa ini selalu memandang pendidikan sebagai cara perubahan yang efektif, baik secara personal maupun sosial. Sehingga lewat pendidikan Amerika meraih kesuksesan terbesar dalam transformasi. Beberapa kelompok tidak bisa melihat bahwa kita sekarang adalah apa yang selalu ada. Yaitu, Amerika yang sejak kelahirannya, selalu memiliki masyarakat multikultural di mana berbagai budaya telah bersatu lewat perjuangan, interaksi, dan kerjasama (Green, 1998).

Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Horace Kallen adalah perintis teori multikultur. Budaya disebut pluralisme budaya (cultural pluralism) jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi dan nilai-nilai. Pluralisme budaya didefinisikan oleh Horace Kallen sebagai "menghargai berbagai tingkat perbedaaan dalam batas-batas persatuan nasional”. Sebagai budaya yang dominan, White Anglo-Saxon Protestan harus diakui masyarakat, sedangkan budaya yang lain itu dipandang menambah variasi dan kekayaan budaya Amerika.

2. James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultural. Banks yakin bahwa pendidikan seharusnya lebih mengarah pada mengajari mereka bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Siswa perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi sesuai kepentingan masing-masing. Siswa perlu diajari dalam menginterpretasikan sejarah masa lalu dan dalam pembuatan sejarah. Siswa harus berpikir kritis dengan memberi pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dan memiliki komitmen yang tinggi untuk berpartisipasi dalam tindakan demokratis. Ada tiga kelompok budaya di Amerika : a) tradisionalis Barat, sebagai budaya yang dominan dari peradaban Barat, b) kelompok Afrosentris, yang menolak kebudayaan Barat secara berlebihan dan menganggap sejarah dan budaya orang Afrika seharusnya menjadi sentral dari kurikulum, c) kelompok multikulturalis yang percaya bahwa pendidikan seharusnya direformasi untuk lebih memberi perhatian pada pengalaman orang kulit berwarna dan tentang wanita.

3. Bill Martin menulis, bahwa isu menyeluruh tentang multikulturalisme bukan sekedar tempat bernaung berbagai kelompok budaya, namun harus membawa pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal. Seperti halnya Banks, Martin menentang tekanan dari Afrosentris dan tradisionalis Barat. Martin menyebut keduanya "consumerist multiculturalism". Multikulturalisme bukan "consumerist" tetapi "transformational", yang memerlukan kerangka kerja. Masyarakat harus memiliki visi kolektif tipe baru yang berasal dari perubahan sosial yang muncul lewat transformasi.

4. Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang multikultural di masyarakat Barat berkaitan dengan norma/tatanan. Pembahasan multikultural berada pada pemikiran kembali norma Barat (the western canon) yang mengakui adanya multikultural. Teori multikulturalisme berasal dari liberalisasi pendidikan dan politik Plato. Republik, karya Plato, bukan hanya memberi norma politik dan akademis klasik bagi pemimpin dari negara ideal, namun juga menjadi petunjuk tentang pendidikan bagi yang tertindas. Matustik yakin bahwa kita harus menciptakan pencerahan multikultural baru yaitu "multikulturalisme lokal yang saling bergantung secara global sebagai lawan dari monokultur nasional".

5. Judith M.Green menunjukkan bahwa multikulturalisme bukan hanya di AS. Kelompok budaya kecil harus mengakomodasi dan memiliki toleransi dengan budaya dominan. Amerika memberi tempat perlindungan dan memungkinkan kelompok kecil itu mempengaruhi kebudayaan yang ada. Secara bersama-sama, kelompok tersebut memperoleh kekuatan dan kekuasaan untuk membawa perubahan dan peningkatan dalam ekonomi, partisipasi politis dan media massa. Untuk itu diperlukan pendidikan dan lewat pendidikanlah Amerika meraih kesuksesan terbesar dalam transformasi dan sejak kelahirannya Amerika selalu memiliki masyarakat multikultural yang telah bersatu lewat perjuangan, interaksi, dan kerjasama.

HAKIKAT DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

HAKIKAT DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum sebenarnya memiliki dua kegiatan yang saling terkait, yaitu : pengembangan dan pembinaan kurikulum, sedangkan pembinaan merupakan kegiatan pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaannya.

Banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum,

(1) Pengertian pengembangan kurikulum

(2) Fungsi dan peran pengembangan kurikulum

(3) Asas-asas pengembangan kurikulum,serta

(4) Prinsip pengembangan kurikulum.

KONSEP DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM

Hakikat Pengembangan Kurikulum

Kurikulum disusun agar dunia pendidikan dapat memenuhi tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Jika masyarakatnya berubah,maka kurikulumnya juga harus ikut berubah.pengembangan kurikulum dapat terjadi kapan salah satu kebutuhan yang harus diperhatikan dalam kurikulum adalah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perilaku kehidupan masyarakat,berbangsa dan bernegara.

PERAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

  1. Peran konservatif
  2. Peran kritis dan evalutif
  3. Peran kreatif.

PROSES PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

    1. Makna perubahan kurikulum
    2. Perubahan dan pengembangan
    3. Bagaimana terjadinya perubahan
    4. Perubahan guru
    5. Mengubah lembaga atau organisasi
    6. Kelambanan perubahan dalam pendidikan.

ISI PENGEMBANGAN KURIKULUM

Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan isi dalam pengembangan kurikulum.

  1. Isi kurikulum didefinisikan sebagai bahan atau materi belajar dan mengajar. Bahan ini tidak hanya berisikan informasi faktual, tetapi juga mencakup pengetahuan, keterampilan, konsep, sikap, dan nilai.
  2. Dalam proses belajar mengajar ada dua elemen kurikulum yang berinteraksi secara konstan yakni isi dan metode. Ketika keduanya dipisahkan menjadi elemen-elemen kurikulum, masing-masing dapat dinilai dengan kriteria yang berbeda.

1) Persoalan-persoalan yang berhubungan dengan penyelesaian isi atau bahan

Beberapa masalah dalam menyeleksi isi. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, para pengembang kurikulum perlu:

a. Mengadopsi prosedur rasional dalam memilih isi

b. Menentukan isi atau bahan ap yang diketahui anak didik;

c. Memutuskan apakah isi (baru) ditambahkari

d. Mengetahui keseimbangan antara penguasaan bahan atau isi pelajaran dan pentingnya proses;serta

e. Menentukan tingkatan isi/bahan yang diajarkan dalam mata pelajaran tradisional.

2) Kriteria penyeleksian isi atau bahan

a. Validitas

b. Signifikansi

c. Sesuai dengan minat peserta didik

d. Dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran (learnability)

e. Konsisten dengan realitas sosial

f. Mempunyai nilai guna (utility)

ASAS PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Asas filosofis

2. Asas psikologis

1) Psikologis anak

2) Psikologis belajar

3. Asas sosiologis

4. Asas organisatoris

PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

Tingkat Pengembangan

Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dalam kadar kecil dan sangat terbatas, dan dapat pula secara meluas dan mendasar. Pengembangan kurikulum itu dapat berupa (1) substitusi, (2) alterasi, (3) variasi, (4) restrukturisasi, dan (5) orientasi baru.

PROSES PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pada dasarnya, kurikulum tak pernah kunjung sempurna dan senantiasa dapat diperbaiki. Oleh karena itu, bila kita ingin memperbaiki kurikulum sekolah sehingga hasilnya baik,harus mempertimbangan: situasi sekolah,kebutuhan siswa dan guru,masalah yang dihadapi sekolah, kompetensi guru,gejala sosial,serta perkembangan dan aliran dalam kurikulum.

  1. Mengetahui tujuan perbaikan
  2. Mengenai keadan sekolah
  3. Mempelajari kebutuhan murid dan guru
  4. Mengenal masalah yang dihadapi sekolah
  5. Mengenal kompetensi guru
  6. Mengenal gejala sosial
  7. Mengetahui aliran-aliran dalam pengembangan kurikulum

PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN

1. Prinsip relevansi

1. Relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik.

2. Relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan datang.

3. Relevansi pendidikan dengan dunia kerja.

4. Relenvasi pendidikan denga ilmu pengetahuan

2. Prinsip efektivitas

Pertama, efektivitas mengajar pendidik, yang berkaitan dengan tingkat keterlaksanaan kegiatan belajar mengajar yang direncanakan. Kedua, efektivitas belajar anak didik, yang berhubungan dengan tingkat ketercapaian tujuan pengajaran melalui kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan.

3. Prinsip efisiensi

4. Prinsip kesinambungan (kontinuitas)

5. Prinsip fleksibilitas (keluwesan)

6. Prinsip berorientasi tujuan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KURIKULUM

  1. Perguruan tinggi
  2. Masyarakat
  3. Sistem nilai

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengakomodosi pelbagai nilai yang tumbuh di masyarakat dalam kurikulum sekolah.

  1. Mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat.
  2. Berpegang pada prinsip demokratis,etis ,dan moral.
  3. Berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru.
  4. Menghargai nilai-nilai kelompok lain.
  5. Memahami dan menerima keragaman budaya yang ada